Recent in Fashion

Persija & PSMS Juara Bersama Perserikatan 1975

Kompetisi Perserikatan 1975 sudah berakhir pada 8 November 1975. PSMS dan Persija akhirnya dinyatakan sebagai juara bersama melalui Surat Keputusan Ketua Umum PSSI No. 95 tahun 1975 tentang Dwi Juara Nasional PSSI 1973/1975 tertanggal 8 November 1975.
Sebelum dinobatkan sebagai “juara kembar”, pertandingan kedua tim dalam babak final Perserikatan 1975 di Stadion Utama, Senayan, Jakarta, itu dihentikan wasit pada menit ke-40 karena ricuh. Saat itu, skor kedua tim imbang 1-1. 

Juara Kembar
Sepanjang sejarahnya, “juara kembar” baru terjadi pada kompetisi Perserikatan 1975. Itu pun pertama dan terakhir kalinya. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Pertandingan PSMS melawan Persija dipimpin oleh Mahdi Talib, wasit asal Malang. Suasana “tegang” sudah terasa sebelum pertandingan antarkedua tim yang menjadi musuh bebuyutan itu. Konon tidak ada wasit nasional yang berani menangani pertandingan final, kecuali Mahdi Talib yang akhirnya memberanikan diri untuk memikul risiko berat tersebut.
Bola pertama digulirkan PSMS dan langsung melakukan serangan, tetapi dapat dibendung Persija. Kekuatan kedua tim dalam pertandingan yang disaksikan oleh Menteri Luar Negeri RI Adam Malik itu tampak berimbang dan bermain dalam tempo cepat. Selama 10-15 menit pertama, pertandingan tersebut berjalan baik di tengah lapangan basah akibat hujan sebelum kick-off.
Dalam suatu serangan, kiri luar Parlin Siagian mampu menciptakan gol pada menit ke-10. PSMS pun untuk sementara unggul 1-0 atas Persija.
(bolalob.com)

Pertandingan Memanas
Menurut laporan Pikiran Rakyat edisi 10 November 1975, setelah tertinggal satu gol, Persija melancarkan serangan bertubi-tubi ke gawang PSMS dan permainan juga meningkat keras serta licik. Wasit pun terpaksa harus memperingatkan beberapa pemain dari kedua pihak.
Dari pelanggaran-pelanggaran itu suasana pertandingan menjadi tegang. Tackle-tackle keras mulai dilakukan dan setiap kali wasit meniup peluit akibat pelanggaran-pelanggaran itu, pemain-pemain PSMS tampak kurang puas atas keputusan wasit. Pemain-pemain Persija juga ikut-ikutan melakukan hal yang sama.
Pada menit ke-26, dalam suatu scrimmage di depan gawang PSMS, Iswadi Idris mengumpan bola dan Sofyan Hadi mampu membobol gawang Pariman melalui sundulan. Skor menjadi imbang 1-1. Lalu pada menit ke-30, ketika terjadi suatu pelanggaran dan wasit memberikan tendangan bebas untuk Persija, para pemain PSMS mengerumuni wasit dan ada pula yang mendorongnya.
Dua menit kemudian, Junaedi Abdillah yang tidak menguasai bola telah “ditonjok” perutnya oleh Sarman Panggabean sehingga tergeletak. Sejak saat itu, pertandingan berjalan tak tentu arah.
Dalam suatu kesempatan, Andi Lala men-tackle kanan luar Suwarno mengakibatkan tendangan bebas di luar kotak penalti. Namun, sebelum tendangan bebas dilakukan, Andi Lala ditendang Suwarno dari belakang.
(Kartu merah Iswadi Idris di final perserikatan 1975 memicu keributan antara pemain Persija dengan PSMS (Bola.com/Repro Merdeka))

Kontroversi Wasit

Untuk kejadian ini, Kompas edisi 10 November 1975 melaporkan: “Tak dapat dihindarkan kesan bahwa para pemain makin ‘peka dan galak’. Menit ke-29 terjadi ‘pelanggaran’ atas Andi Lala dan kiri luar Persija ini secara ‘agak dibuat-buat’ jatuh terpelanting. Wasit memberikan tendangan bebas untuk Persija. Keputusan ini tidak memuaskan para pemain PSMS. Mereka mengerumuni wasit dan beberapa di antaranya mendorong-dorong Mahdi Talib. Dua menit kemudian, dalam keadaan tanpa bola, Sarman Panggabean menendang Junaedi Abdillah sehingga ‘tukang tembak’ Persija itu untuk beberapa saat menggeletak”.
Alhasil, wasit hanya mengeluarkan kartu kuning untuk Sarman Panggabean dan kali ini para pemain Persija yang kurang puas. Tampaknya para pemain kurang mementingkan bermain bola, tetapi mengincar orang. Pelanggaran-pelanggaran pun makin banyak terjadi hingga wasit memberikan kartu merah untuk Iswadi Idris. Pihak Persija menolak keluarnya Iswadi. Sebaliknya, PSMS tidak mau main kalau Iswadi tetap di dalam lapangan.
Sebelumnya, nyaris menjadi perkelahian. Suwarno menggeletak dan Nobon terkena pukulan Iswadi hingga ambulance membawanya ke rumah sakit.
Karena adanya kericuhan itulah, pada menit ke-40, wasit membubarkan pertandingan setelah kompromi dengan Komisi Pertandingan.
Akibat kericuhan itu, pengurus PSSI memutuskan untuk tidak meneruskan pertandingan dan kedua tim dinyatakan sebagai juara bersama. Adanya keputusan itu tampak bahwa Persija kurang dapat menerimanya dan kemudian Ketua Umum PSSI Bardosono memanggil kapten kedua tim serta mengangkat tangan keduanya untuk bersama-sama memegang piala yang diperebutkan.
Sementara Persebaya yang menjadi pemenang ketiga setelah mengalahkan Persipura 4-2 di sore harinya menerima medali perak, sedangkan Persipura menerima medali perunggu.
“Apakah kita tidak mampu lagi menyelenggarakan final kejuaraan PSSI?” komentar seorang wartawan setelah PSMS dan Persija dinyatakan sebagai juara bersama. Malah seorang pengurus PSSI dari Jakarta dengan geleng-geleng kepala menyatakan “menyedihkan”.
Kompas edisi 10 November 1975 pun menulis: “Memang menyedihkan keputusan Sabtu malam itu tak bisa dibanggakan sama sekali. Memang jalan paling mudah dan tanpa risiko, ditinjau secara keseluruhan hal itu hanya merupakan manifestasi dari merosotnya kewibawaan pengurus PSSI. Keputusan itu bisa merupakan preseden yang berbahaya. Hal ini memberikan ‘pelajaran’ dimasa mendatang bahwa cara paling jitu untuk menghindarkan kekalahan di final adalah ‘menciptakan perkelahian dan suasana yang gawat’. Suatu tim ‘underdog’ yang tak mungkin menang hanya perlu membuat kerusuhan, sebab akhirnya toh akan dinyatakan sebagai juara bersama”.
Ya, semua itu ditujukan kepada kewibawaan wasit atas kejadian “mengapa Sarman Panggabean tidak diberikan kartu merah” dan “Iswadi Idris mestinya tegas keluar lapangan”.

Rekor Penonton

Partai Final Perserikatan 1975 Stadion Utama Senayan (Sekarang GBK)Jadi Pertandingan dengan animo penonton yang sangat tinggi, Menurut Surat Kabar Koran Pelita edisi 10 November 1975 Menyebut pertansingan ini menembus 125 ribu orang, rekor kedua tertinggi sepanjang masa setelah duel puncak perserikatan 1985 yang mempertemukan PSMS kontra Persib Bandung.



SUMBER BERITA & GAMBAR

Subscribe Our Newsletter

avatar
"Dengan berbicara di belakang, berarti kau cukup menghargai keberadaanku untuk tidak bertingkah di depan mukaku."

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Parallax

Iklan Tengah Artikel

Iklan Bawah Artikel